Berikut ada beberapa kesalahan-kesalahan yang mungkin tidak disengaja oleh para dokter-dokter di dunia yang pernah terjadi pada setelah selesai melakukan operasi pada pasien. Maap kalo repost ya gan...hehe
Klinik Inseminasi yang Salah Menggunakan Sperma
 Saat Nancy Andrews, warga Commack, New York, hamil setelah mengikuti 
program vitro fertilization, pasangan suami istri ini sama sekali tidak 
menduga bahwa anak yang dilahirkannya memiliki kulit dengan warna gelap yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan ciri fisik mereka.
Dari test DNA yang kemudian dilakukan diperkirakan telah terjadi kesalahan dimana para dokter di New York Medical Services for Reproductive Medicine secara tidak sengaja menggunakan sperma dari laki-laki lain yang bukan milik suaminya dan kemudian diensiminasi ke sel telur Nancy.
Pasangan ini tetap membesarkan sang bayi Jessica yang lahir pada tanggal 19 Oktober 2004 seperti layaknya darah dagingnya sendiri meski secara genetis telah terjadi kesalahan. Meskipun demikian pasangan ini tetap memperkarakan pemilik klinik tersebut atas kejadian yang tergolong malpraktik ini ke pengadilan.
Cangkok Jantung dan Paru-Paru yang Salah
 Jésica Santillán, 17 tahun, meninggal 2 minggu setelah menjalani 
cangkok jantung dan paru-paru yang berasal dari pasien yang golongan 
darahnya tidak sama dengannya. Tim dokter di Duke University Medical Center gagal dalam memeriksa kecocokan darah sebelum operasi dilakukan.  Setelah
 sekian detik operasi transplantasi untuk mencoba membalikkan keadaan 
karena kesalahan fatal itu, Jésica mengalami gagal otak dan komplikasi 
yang membawanya ke kematian.
Jésica, imigran asal Mexico, tiba di Amerika Serikat tiga tahun sebelum menjalani pengobatan penyakit jantung untuk mempertahankan hidupnya. Dengan transplantasi jantung dan paru-paru di Duke University Hospital, Durham, N.C., alih-alih memperbaiki kondisinya, yang terjadi justru keadaan menjadi bertambah buruk. Jésica, yang bergolongan darah O, malah menerima organ dari donor yang bergolongan darah A. Kesalahan fatal ini membuatnya dalam kondisi koma, dan meninggal ketika usaha para dokter untuk berusaha menggantikannya dengan organ yang kompatibel gagal.
Rumah sakit mengklaim telah terjadi human-error yang mengakibatkan kematian Jesica, selain prosedur yang cacat untuk memastikan kompatibilitas transplantasi organ. Setelah itu diberitakan telah terjadi kesepakatan tertutup antara rumah sakit dan keluarga soal ini. Tidak seorangpun, baik dari pihak keluarga atau rumah sakit yang mau memberikan komentar atas kasus ini.
Prosedur Invasive Jantung Terbuka, Namun Salah Pasien
 Joan Morris (nama samaran), seorang nenek berusia 67 tahun, diminta 
bantuannya dalam suatu pembelajaran di rumah sakit untuk cerebral 
angiography (ilmu mengenai darah pada otak). Sehari setelahnya, secara 
tidak sengaja dia “terpaksa” dijadikan objek studi mengenai invasive 
cardiac electrophysiology. Setelah
 sesi angiography, pasien ini dipindahkan ke ruangan yang lain yang 
bukan merupakan ruangan asalnya. Kesalahan yang “direncanakan” terjadi 
keesokan harinya saat paginya pasien ini dibawa untuk suatu prosedur 
jantung terbuka.
Dia berada di atas meja operasi yang mestinya bukan untuk dia selama satu jam. Para dokter membuat irisan pada pangkal pahanya, menusuk sebuah arterinya, menyambungnya ke sebuah pipa pembuluh lalu ke atas ke jantungnya (suatu prosedur yang mengakibatkan resiko tinggi terjadinya pendarahan, infeksi, serangan jantung, dan stroke). Kemudian tiba-tiba telepon berdering, dan seorang dokter dari bagian lain bertanya “Apa yang kalian lakukan dengann pasienku?” Tidak ada yang salah dengan jantungnya.
Kardiologis yang melakukan prosedur itu mencek data wanita itu dan baru menyadari kesalahan fatal telah terjadi. Studi itu langsung distop, setelah rekondisi wanita malang itu akhirnya dikembalikan ke kamar asalnya, beruntungya, dalam kondisi yang masih stabil.
Suvenir Sepanjang 13 Inch
 Donald Church, 49 tahun, mempunyai tumor di perutnya saat ia tiba di 
University of Washington Medical Center di Seattle pada bulan Juni 2000.
 Setelah meninggalkan rumah sakit itu, tumornya hilang – tapi satu alat 
operasi (retractor) malah menggantikan tempat tumornya. Ternyata
 dokter yang menanganinya secara tidak sengaja meninggalkan retractor 
sepanjang 13 inch di perutnya. Hal ini bukan kejadian yang pertama 
terjadi di klinik itu. 
Empat kasus yang sama pernah terjadi di klinik yang sama antara tahun 1997 dan 2000. Masih untung, ahli bedah masih bisa mengambil lagi retraktor yang ketinggalan itu segera setelah diketahui. Akibat dari peristiwa ini, Church mengalami konsekuensi gangguan fungsi perutnya. Klinik tersebut akhirnya setuju membayar Church sebesar US $97.000 (1 miliar rupiah) sebagai kompensasinya.
Rumah Sakit Salah Posisi Operasi Otak, Untuk Ketiga Kalinya dalam Setahun
 Untuk ketiga kalinya dalam tahun yang sama, dokter-dokter di Rhode 
Island Hospital melakukan operasi pada sisi kepala yang salah pada 
pasien-pasiennya. Yang terakhir terjadi pada tanggal 23 November 2007.  Seorang
 nenek berusia 82 tahun membutuhkan operasi untuk menghentikan 
pendarahan di antara otak dan tengkorak kepalanya. Seorang ahli bedah 
syaraf di rumah sakit itu mulai melakukan pembedahan dengan membuat 
lubang pada bagian sisi kanan kepala pasien, meski sebenarnya hasil CT 
scan memperlihatkan bahwa pendarahan terjadi pada bagian sisi kiri.
Beruntung dokter bedah ini segera menyadari kesalahannya dan segera menutup kembali lubang operasi yang salah dan melakukannya kembali pada sisi kiri kepala pasien. Kondisi pasien dilaporkan stabil pada hari Minggunya. Kasus yang sama disebut-sebut juga terjadi pada bulan Februari, dimana seorang dokter yang lain juga melakukan operasi pada sisi kepala yang salah. Dan pada Agustus, lagi-lagi seorang kakek berusia 86 tahun menjadi korbannya, setelah nyawanya tidak terselamatkan akibat operasi pada kepalanya, tapi pada sisi yang salah dari kepalanya.
Tersadar Saat Operasi Membuatnya Trauma dan Melakukan Bunuh Diri
 Keluarga dari seseorang di West Virginia mengklaim telah terjadi 
pembiusan yang tidak cukup saat proses operasi dan mengakibatkan sang 
pasien bisa merasakan setiap irisan dari pisau bedah dan menjadikannya 
trauma berat. Trauma ini menurut keluarga itu membuat pasien itu 
melakukan bunuh diri dua minggu kemudian. Sherman
 Sizemore dikirim ke Raleigh General Hospital di Beckley, W.Va., pada 
tanggal 29 Januari 2006 untuk dilakukan tindakan operasi berkenaan 
dengan rasa sakit di perutnya.   
Tapi,
 saat operasi dilakukan, pasien ini dilaporkan mengalami fenomena dimana
 yang dkenal dengan nama anesthetic awareness atau kesadaran selama 
pembiusan, yang membuat pasien bisa merasakan sakit atau ketidaknyamanan
 selama operasi berlangsung, sementara dia sendiri tidak bisa bergerak 
atau melakukan komunikasi dengan dokternya. Menurut
 komplain yang diajukan, anesthesiologis menyuntikkan obat bius pada 
pasien tapi gagal membuat mati rasa pasien hingga 16 menit setelah 
irisan pertama di perutnya. Anggota keluarga pasien tersebut mengatakan 
hal itu membuat trauma berat karena sadar saat sedang dioperasi tapi 
sama sekali tidak bisa bergerak atau mengkomunikasikannya dengan dokter 
yang akhirnya mendorongnya melakukan bunuh diri.
sumber : http://sehatitubaik.blogspot.com/2010/11/kedokteran-juga-bisa-salah.html 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar